Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar

Rabu, 03 Oktober 2012

On 10/03/2012 06:47:00 AM by KBM FT UNM in    No comments

Meninggalkan kemewahan dunia demi menggapai Surga. Itulah yang dilakukan Mus’ab bin Umair ketika masuk Islam. Dia pemuda kota Mekkah yang didambakan para ibu agar menjadi menantunya. Di samping tampan, perilakunya juga baik, murah senyum dan sopan, idaman dan pujaan para wanita. Hal itu dapat dipahami karena Mus’ab anak orang berada. Kedua Orang-tuanya kaya raya. Ia juga sangat dimanja. Apa pun yang ia minta, selalu dituruti kedua orang tuanya. Ketika pancaran cahaya Islam mulai menyebar di bumi Mekkah, orang-orang ribut membicarakan hal itu. Maka, berita tentang Muhammad saw pun terdengar juga di telinga Mus’ab. Ia penasaran, tertarik mengetahui lebih jauh tentang Nabi terakhir itu, serta ajaran yang dibawanya dan tengah disebarluaskannya.
Suatu hari terdengar kabar bahwa Muhammad SAW tengah berceramah di bukit Shoffa, di hadapan puluhan manusia. Dan Mus’ab pun menuju ke sana.
“Wahai keluarga Ghalib, keluarga Fihr dan keluarga Quraisy yang lain,” sabda Nabi saw, “kalau kukatakan di balik lembah ini ada segerombolan musuh hendak menyerang kalian, apakah kalian percaya?”
“Tentu, Muhammad. Sebab engkau belum pernah berbohong pada kami!” jawab mereka serentak.
“Ketahuilah, bahwa aku adalah Nabi terakhir yang diutus Allah untuk kalian umat manusia.”
Serentak yang mendengar jadi ribut. Paling marah Abu Jahal. “Celaka kau, Muhammad!” kutuknya sengit.
Berbeda dengan Mus’ab. Ia tidak demikian. Mendengar berita itu, hatinya tersentuh. Saat itu juga batinnya bertarung. Bingung. Hendak mempertahankan keyakinannya selama ini yang diwarisi dari nenek moyangnya yakni menyembah berhala, atau menyembah Allah Yang Esa sebagaimana ajaran Muhammad saw. Mus’ab gundah.
Di lain kesempatan, Mus’ab menemui Muhammad saw di rumah seorang penduduk Mekkah bernama Arqom. Ia mengutarakan kegelisahan hatinya, sekaligus bertanya banyak hal tentang Islam. Nabi pun menjelaskannya dengan rinci, halus dan mengena. Mus’ab terpesona. Gundah gulana jadi hilang. Perasaannya tenang. Di akhir pertemuan, Mus’ab mengucapkan dua kalimat syahadat sebagai tanda masuk Islam.
Ketika ibunya tahu tentang hal itu, ia marah besar. Mus’ab dihukum, dimasukkan dalam penjara-rumahnya. Ibunya berjanji tidak akan membebaskan Mus’ab sebelum Mus’ab kembali pada ajaran enek moyangnya -menyembah berhala-, dan keluar dari agama yang baru saja dipeluknya.
Namun, Mus’ab tetap sabar dan teguh mempertahankan keyakinannya terhadap Islam.
Hingga suatu ketika, tersiar kabar bahwa umat Islam Mekkah hendak berhijrah menuju Habasyah guna menyelamatkan akidah. Maka, karena cahaya Islam telah menancap dan merasuk dalam relung hati Mus’ab, pemuda itu pun berencana ikut mereka. Mus’ab terrpaksa mengelabuhi ibunya demi tercapainya tujuan satu ini. Ia pun berhasil lolos dari penjara rumahnya, kemudian ikut hijrah bersama umat, Islam lainnya menuju Habasyah.
Beberapa bulan kemudian umat Islam pulang kembali ke Makkah. Orang-orang Mekkah terkejut melihat keadaan Mus’ab.
“Pemuda itu, yang dahulu sering berpakaian bagus, necis dan rapi, kini keadaannya tak ubahnya seperti gelandangan. Pakaiannya compang-camping, banyak jahitan dan tambalan di mana-mana”.
Umat Islam pun banyak yang meneteskan air mata mengetahui keadaan Mus’ab ini. Mereka haru, sekaligus kagum. Mus’ab, ia rela melepaskan kemewahan dunia demi menjaga dan membela agama. Namun hati mereka juga sedikit bahagia karena Mus’ab masih selalu tersenyum seperti dulu. Seolah tak merasa menderita dengan keadaannya yang demikian.
Tepatnya 7 Syawal tahun ke-3 Hijriah, perang Uhud meletus. Mus’ab berada di garda terdepan barisan umat Islam. Saat itu umat Islam bisa dikatakan kalah perang. Umat Islam menderita banyak kerugian. Tentara Islam porak-poranda. Semua, disebabkan karena regu pemanah tidak mengindahkan instruksi Nabi saw agar tetap bertahan di tempat mereka meski bagaimana pun keadaannya.
Kondisi Nabi saw sendiri sangat riskan. Ia terdesak lawan dan mulai terluka. Melihat hal itu, Mus’ab menuju ke arahnya. Mus’ab melindungi nabi dari kepungan musuh. Bendera Islam yang semula dipegang Nabi saw kini pindah ke tangan Mus’ab. Pemuda itu berjuang ganda; melindungi Nabi saw sekaligus menjaga bendera Islam, Ia gigih bertarung membasmi para musuh Islam. Banyak korban berjatuhan di ujung pedangnya.
Suatu ketika, Mus’ab lengah. Saat itulah seorang pasukan kafir mengayunkan pedang tepat sasaran. Tangan kanan Mus’ab terbebas. Tangan itu putus, bendera itu ia pindah ke tangan kirinya. Namun belum sempurna tangan itu memegang tongkat bendera, lagi-lagi sebilah pedang berayun ke arahnya. Lengan kiri Mus’ab terputus lain jatuh di tanah dengan bermandi darah.
Kini bendera Islam dipegang Mus’ab rnenggunakan dagunya. Bendera itu bisa “tegak beberapa, saat, sebelum akhirnya sebilah tombak menancap tepat di uluh hati Mus’ab. Mus’ab tak mampu bertahan. Akhirnya ia pun roboh di tanah bersama bendera Islam yang dipertahankannya.
Setelah perang Uhud selesai, Nabi saw berdiri sedih di hadapan jenazah Mus’ab. Mus’ab yang berjasa besar pada Nabi saw dan umat Islam lainnya telah tiada. Nabi saw juga haru, sebab, ketika jenazah itu hendak dikafani, tak ada kain yang cukup menutupinya. Jenazah itu akhirnya hanya ditutup dengan kain burdah berukuran kecil. Jika kepala jenazah Mus’ab ditutupi, kedua kakinya kelihatan. Jika ganti kedua kakinya yang ditutupi, kepalanya jadi kelihatan. Maka Nabi saw pun bersabda, “Tutupkan kain itu di bagian kepalanya, sedang kedua kakinya tutupi dengan “rumput dzikir.”
“Ketika di Mekkah dulu, tak seorang pun kulihat pakaiannya lebih indah dan rambutnya lebih rapi dari kamu (Mus’ab). Tapi, di akhir hayatmu ini, rambutmu kusut masai, dan hanya ditutupi selembar kain burdah,” lanjut Nabi saw.
Mus’ab bin Umair, ia rela meninggalkan kemewahan dunia demi mempertahankan keyakinannya.

Demikian kisah kekuatan peribadi seorang hamba Allah dalam mempertahankankebenaran dan kesucian Islam. Beliau jugalah merupakan pemuda dakwah yang pertama mengetuk setiap pintu rumah di Madinah sebelum berlakunya hijrah.
Kisahnya mempamerkan usaha dan pengorbanannya yang tinggi untuk menegakkan kebenaran. Semua itu adalah hasil proses tarbiyah yang dilaksanakan oleh Rasulullah.
Mus’ab telah menjadi saksi kepada kita akan ketegasan mempertahankan aqidah yang tidak berbelah bagi terhadap Islam sekalipun teruji antara kasih sayang kepada ibunya dengan keimanan. Mus’ab lebih mengutamakan kehidupan Islam yang serba sederhana berbanding darjat dan kehidupan serba mewah. Dia telah menghabiskan umurnya untuk Islam, meninggalkan kehebatan dunia, berhijrah zahir dan batin untuk mengambil kehebatan ukhrawi yang sejati sebagai bekalan akhirat. Lalu bagaimana dengan kita? Bisakah pemeuda seperti kita meneladani keutamaan-keutamaan dari  Mus’ab bin Umair. Cukup diam dan jawablah pertanyaaan itu dalam hati ita masing-masing. Semoga Allah selalu meringankan langkah-langkah  kita untuk terus berproses menjadi pemuda yang paham dengan keislamannya.
http://jnukmi.uns.ac.id/2011/10/23/kisah-inspiratif-musab-bin-umair/

0 komentar:

Posting Komentar

Afwan, silahkan tinggalkan komentar antum terhadap blog ini.