Senin, 03 Maret 2014
On 3/03/2014 05:21:00 PM by KBM FT UNM No comments
Alhamdulillah wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,
الْمُؤْمِنُ الْقَوِىُّ خَيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنَ
الْمُؤْمِنِ الضَّعِيفِ وَفِى كُلٍّ خَيْرٌ احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ
وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ وَإِنْ أَصَابَكَ شَىْءٌ فَلاَ
تَقُلْ لَوْ أَنِّى فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا. وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ
اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ
“Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah
daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan.
Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada
Allah, jangan engkau lemah. Jika engkau tertimpa suatu musibah, maka
janganlah engkau katakan: ‘Seandainya aku lakukan demikian dan
demikian.’ Akan tetapi hendaklah kau katakan: ‘Ini sudah jadi takdir
Allah. Setiap apa yang telah Dia kehendaki pasti terjadi.’ Karena
perkataan law (seandainya) dapat membuka pintu syaithon.” (HR. Muslim)
[Muslim: 47-Kitab Al Qodar, An Nawawi –rahimahullah- membawakan hadits ini dalam Bab "Iman dan Tunduk pada Takdir"]
Beberapa pelajaran berharga dapat kita petik dari hadits ini.
Mukmin yang Kuat Lebih Baik Daripada Mukmin yang Lemah
Mukimin yang kuat di sini bukanlah yang dimaksudkan adalah mukmin
yang kekar badannya, perkasa dan sehat. Semacam ini yang sering dipahami
sebagian orang tatkala mendengar hadits ini.
Yang dimaksud dengan mukmin yang kuat di sini adalah mukmin yang kuat
imannya. Bukan yang dimaksudkan dengan kuat di sini adalah mukmin yang
kuat badannya. Karena kuatnya badan biasanya akan menimbulkan bahaya
jika kekuatan tersebut digunakan dalam hal maksiat. Namun pada asalnya,
kuat badan tidak mesti terpuji dan juga tidak mesti tercela. Jika
kekuatan tersebut digunakan untuk hal yang bermanfaat untuk urusan dunia
dan akhirat, maka pada saat ini terpuji. Namun jika sebaliknya,
digunakan dalam perbuatan maksiat kepada Allah, maka pada saat inilah
tercela.
Jadi, yang dimaksudkan kuat di sini adalah kuatnya iman. Kita dapat
saja menyebut seorang itu kuat, maksudnya adalah dia perkasa dengan
kejantanannya. Begitu pula kita dapat menyebut kuat dalam masalah iman.
Yang dimaksud dengan kuatnya iman di sini adalah seseorang mampu
melaksanakan kewajiban dan dia menyempurnakannya pula dengan amalan
sunnah. Sedangkan seorang mukmin yang lemah imannya kadangkala tidak
melaksanakan kewajiban dan enggan meninggalkan yang haram. Orang seperti
inilah yang memiliki kekurangan.
Lalu yang dimaksudkan bahwa orang mukmin yang kuat itu lebih baik
daripada yang lemah adalah orang mukmin yang kuat imannya lebih dicintai
oleh Allah daripada mukmin yang lemah imannya.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa
mereka semua (yaitu mukmin yang kuat imannya dan mukmin yang lemah
imannya) sama-sama memiliki kebaikan. Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam menyebutkan demikian agar jangan disalahpahami bahwa mukmin yang
lemah imannya tidak memiliki kebaikan sama sekali. Mukmin yang lemah
imannya masih tetap memiliki kebaikan dan dia tentu saja lebih baik
daripada orang kafir. Namun sekali lagi diingat bahwa mukmin yang kuat
imannya tentu saja lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah
imannya.
Bersemangatlah Dalam Perkara yang Bermanfaat Bagimu
Inilah wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
umatnya. Wasiat beliau ini adalah perintah untuk bersemangat dalam
melakukan hal-hal yang bermanfaat. Lawan dari hal ini adalah melakukan
hal-hal yang dapat menimbulkan bahaya (dhoror), juga melakukan hal-hal yang tidak mendatangkan manfaat atau pun bahaya.
Karena yang namanya perbuatan itu ada tiga macam: [1] perbuatan yang
mendatangkan manfaat, [2] perbuatan yang menimbulkan bahaya, dan [3]
perbuatan yang tidak mendatangkan manfaat maupun bahaya. Sedangkan yang
diperintahkan adalah melakukan macam yang pertama yaitu hal yang
bermanfaat.
Orang yang berakal yang menerima wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
ini pasti akan semangat melakukan hal yang bermanfaat. Namun kebanyakan
orang saat ini menyia-nyiakan waktunya untuk hal yang tidak bermanfaat.
Bahkan kadangkala yang dilakukan adalah hal yang membahayakan diri dan
agamanya. Terhadap orang semacam ini, pantas kita katakan: Kalian
tidaklah mengamalkan wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Boleh jadi kalian tidak melaksanakannya karena tidak tahu atau karena
menganggap remeh. Mukmin yang berakal dan mantap hatinya tentu akan
melaksanakan wasiat beliau ini, juga akan semangat melakukan hal yang
bermanfaat bagi agama dan dunianya. Hal yang manfaat dalam agama kembali
pada dua perkara yaitu ilmu nafi’ (yang bermanfaat) dan amalan sholeh.
Yang dimaksud dengan ilmu nafi’
adalah ilmu yang dapat melembutkan dan menentramkan hati, yang nantinya
akan membuahkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Ilmu nafi’ inilah
ajaran Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terdapat
dalam tiga macam ilmu yaitu ilmu hadits, tafsir dan fiqih. Yang juga
bisa menolong dalam menggapai ilmu nafi’ adalah bahasa Arab dan beberapa
ilmu lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Adapun yang dimaksud amalan sholeh adalah amalan yang selalu dilandasi dengan ikhlash dan mencocoki tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Adapun hal yang manfaat dalam masalah dunia adalah seorang hamba
berusaha untuk mencari rizki dengan berbagai sebab yang diperbolehkan
sesuai dengan kemampuannya. Juga hendaklah setiap orang selalu merasa
cukup, tidak mengemis-ngemis dari makhluk lainnya. Juga hendaklah dia
mengingat kewajibannya terhadap harta dengan mengeluarkan zakat dan
sedekah. Dan hendaklah setiap orang berusaha mencari rizki yang thoyib,
menjauhkan diri dari rizki yang khobits (kotor). Perlu diketahui pula
bahwa barokahnya rizki seseorang dibangun di atas takwa dan niat yang
benar. Juga berkahnya rizki adalah jika seseorang menggunakannya untuk
hal-hal yang wajib ataupun sunnah (mustahab). Juga termasuk keberkahan
rizki adalah jika seseorang memberi kemudahan pada yang lainnya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلاَ تَنسَوُاْ الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ
“Jangan lupakan untuk saling memberi kemudahan di antara kalian.”
(QS. Al Baqarah: 237). Yaitu yang memiliki kemudahan rizki memudahkan
yang kesulitan, bahkan seharusnya memberi tenggang waktu dalam pelunasan
hutang. Apabila semua ini dilakukan, datanglah keberkahan dalam rizki.
Dahulukanlah Maslahat Agama
Hadits ini begitu baik untuk direnungkan oleh setiap insan, bahkan
hadits ini bisa dijadikan pelita baginya dalam melakukan amalan dalam
masalah agama maupun dunianya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengatakan, “Bersemangatlah kamu dalam melakukan hal yang bermanfaat
bagimu.” Perkataan beliau ini mencakup segala sesuatu yang bermanfaat
baik dalam masalah agama maupun dunia. Namun, apabila maslahat dunia dan
agama itu bertabrakan, yang lebih didahulukan adalah maslahat agama.
Karena jika maslahat agama tercapai, maka dunia pun akan diperoleh.
Adapun jika maslahat dunia tercapai, namun agama malah menjadi rusak,
maka nantinya maslahat tersebut akan sirna.
Semoga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
مَنْ كَانَتِ الآخِرَةُ هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ غِنَاهُ فِى قَلْبِهِ
وَجَمَعَ لَهُ شَمْلَهُ وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِىَ رَاغِمَةٌ وَمَنْ
كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ جَعَلَ اللَّهُ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
وَفَرَّقَ عَلَيْهِ شَمْلَهَ وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلاَّ مَا
قُدِّرَ لَهُ
“Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai akhirat, maka
Allah akan memberikan kecukupan dalam hatinya, Dia akan menyatukan
keinginannya yang tercerai berai, dunia pun akan dia peroleh dan tunduk
padanya. Barangsiapa yang niatnya adalah untuk menggapai dunia, maka
Allah akan menjadikan dia tidak pernah merasa cukup, akan mencerai
beraikan keinginannya, dunia pun tidak dia peroleh kecuali yang telah
ditetapkan baginya.” (HR. Tirmidzi no. 2465. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Perlu Ada Skala Prioritas: Dahulukan yang Memiliki Manfaat Lebih
Hadits ini juga menunjukkan bahwa jika bertentangan antara dua hal
yang sama-sama manfaat, maka pilihlah perkata yang memiliki nilai
manfaat yang lebih.
Misalnya adalah jika kita ingin bersilaturahmi dan kita punya dua
pilihan yaitu bersilaturahmi ke saudara kandung dan paman. Keduanya
sama-sama mendesak pada saat itu dan tidak mungkin kita berkunjung ke
tempat keduanya sekaligus. Dari penjelasan di atas, kita haruslah
mendahulukan silaturahmi kepada saudara kandung daripada paman karena
berkunjung ke tempatnya tentu lebih utama dan lebih mendatangkan
manfaat.
Begitu pula jika di dekat rumah kita ada dua masjid, yang jaraknya
hampir sama. Akan tetapi salah satu dari dua masjid tersebut memiliki
jama’ah lebih banyak. Dalam kondisi semacam ini, lebih utama shalat di
masjid yang lebih banyak jama’ahnya.
Jadi ingatlah baik-baik kaedah yang sangat bermanfaat ini: Jika
bertentangan dua hal yang sama-sama bermanfaat, yang satu memiliki nilai
lebih dari yang lainnya, maka kita mendahulukan yang memiliki nilai
lebih tersebut.
Namun sebaliknya, jika seseorang terpaksa harus melakukan hal yang
terlarang dan dia punya dua pilihan. Di antara dua pilihan tersebut ada
yang lebih berbahaya. Dalam kondisi semacam ini, dia harus memilih
larangan yang lebih ringan.
Jadi, jika ada beberapa perkara yang terlarang dan kita harus
menerjanginya, maka pilihlah yang paling ringan. Namun dalam beberapa
perkara yang diperintahkan dan kita harus memilih salah satu, maka
pilihlah yang paling bermanfaat.
Jangan Lupa Meminta Pertolongan Pada Allah
Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkan kita
untuk semangat dalam melakukan hal yang bermanfaat, kemudian beliau
menyampaikan wasiat pula agar kita jangan sampai lupa minta pertolongan
pada Allah Yang Berada di atas sana.
Seorang yang berakal dan cerdas pasti akan melakukan hal yang
bermanfaat dan akan memilih melakukan yang lebih manfaat. Namun
terkadang hati ini berubah, sampai-sampai kita bersandar pada diri
sendiri dan lupa meminta tolong pada Allah ‘azza wa jalla. Inilah yang
terjadi pada kebanyakan orang, mungkin juga kita. Kita terkadang merasa
takjub dengan diri sendiri, seraya dalam benak hati ini mengatakan: Saya
pasti bisa menyelesaikannya sendiri. Dalam kondisi ini, Rabb tempat
kita bergantung dan tempat kita memohon segala macam hajat, posisi-Nya
terpinggirkan. Ketika kita sudah bersemangat dalam melakukan suatu
amalan sholeh dan yang bermanfaat, terkadang kita terlena dengan
kemampuan kita sendiri, merasa takjub dan lupa meminta tolong pada Rabb
kita. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
mewasiatkan kepada kita: Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu
dan minta tolonglah pada Allah. Maksudnya adalah janganlah kita
melupakan meminta tolong pada-Nya walaupun itu adalah dalam perkara yang
sepele.
Misalnya dalam hadits:
لِيَسْأَلْ أَحَدُكُمْ رَبَّهُ حَاجَتَهُ كُلَّهَا حَتَّى يَسْأَلَ شِسْعَ نَعْلِهِ إِذَا انْقَطَعَ
“Hendaklah salah seorang di antara kalian meminta seluruh
hajatnya pada Rabbnya, walaupun itu adalah meminta dalam hal tali sendal
yang terputus.” (Diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam musnadnya.
Husain Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih berdasarkan
syarat Muslim). Yaitu mintalah pada Allah walaupun dalam perkara sepele
sekalipun, jangan sampai engkau melupakan-Nya. Misalnya: ketika engkau
ingin berwudhu atau melaksanakan shalat, bergerak ke kanan dan ke kiri,
atau mungkin ingin meletakkan sesuatu, maka pada saat itu jangan lupa
untuk meminta tolong pada Allah. Karena seandainya tanpa
pertolongan-Nya, niscaya sedikit pun tidak akan engkau raih.
Teruslah Melakukan Suatu Amalan Hingga Usai
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan lagi: Wa laa ta’jiz,
yakni janganlah engkau lemah. Yang dimaksudkan di sini adalah hendaknya
seseorang terus melakukan amalan tersebut hingga selesai, janganlah
menunda-nundanya, dan janganlah biarkan pekerjaan terlalaikan begitu
saja. Janganlah mengatakan bahwa waktu masih panjang. Selama engkau
bertekad melakukan sesuatu, yakin bahwa yang dilakukan bermanfaat, lalu
engkau meminta pertolongan pada Allah, maka janganlah menunda-nunda
melakukannya.
Betapa banyak kita lihat para penuntut ilmu dalam mengkaji agamanya,
dia semangat mempelajari satu kitab. Setelah seminggu atau sebulan, dia
pun berpindah mempelajari kitab lainnya, padahal kitab yang pertama tadi
belum dipelajari hingga usai. Dia mungkin telah melakukan yang
bermanfaat dan meminta pertolongan pada Allah, akan tetapi dia begitu ‘ajz (lemah). Apa ‘ajz-nya (lemahnya)? Yaitu dia tidak mampu ajeg dalam mempelajari kitab hingga usai. Karena makna dari hadits: “Janganlah engkau lemah”
adalah: Janganlah engkau meninggalkan amalan. Namun setelah engkau tahu
bahwa perkara tersebut bermanfaat, hendaklah engkau terus melakukannya
hingga usai.
Perbuatan seperti yang dilakukan di atas cuma berpindah dari satu
kitab ke kitab lain, namun tidak mendapatkan faedah apa-apa dan hanya
menyia-nyiakan waktu semata.
***
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Artikel www.muslim.or.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Kalender
Cari Penginapan?
Popular Posts
-
Belakangan ini demonstrasi sudah bisa dikatakan sangat lumrah di negara kita. Banyak orang mengatakan bahwa “demonstrasi” a...
-
Sungguh Allah telah membukakan hati-hati hambaNya dengan hidayah keimanan. Dengan keimanan itulah Allah melunakkan hati-hati hambaNya unt...
-
Assalamu’alaikum …Segala puji kita panjatkan hanya kepada Allah Subhana wa ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap kita curahkan kepada bag...
0 komentar:
Posting Komentar
Afwan, silahkan tinggalkan komentar antum terhadap blog ini.