Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar

Sabtu, 20 Oktober 2012

On 10/20/2012 09:52:00 AM by KBM FT UNM   No comments
“Kekasih”, sebuah kata yang erat hubungannya dengan ‘cinta’ dan ‘kasih sayang’.  Sebagian pemuda(i) mengidentikkan kekasih sebagai ‘pacar’; orang yang dicintai, dikasihi, disayangi bahkan dijadikan sandaran dalam segala hal (tentu ini tidak sesuai dengan syariat islam).  Sedikit saja masalah yang ia temui, maka kekasihnyalah yang selalu jadi sasaran curhatnya sekaligus tempatnya meminta solusi.  Padahalm mungkin kekasihnya tersebut juga tidak bisa memberi solusi, bahkan hanya akan menambah masalah buatnya.


Sebenarnya, jika istilah ‘kekasih’ hanya dimaknai seperti apa yang saya sebutkan di atas, maka pemaknaan tersebut sangat sempit.  Secara lebih luas, kekasih adalah sesuatu  yang dikasihi, disayangi dicintai, apa pun itu.

Allah subhanahu wa ta’ala telah memilih dua manusia terbaik sebagai kekasihnya yang kita kenal (atau mungkin tidak) dengan istilah waliiullaah(kekasih Allah).  Mereka berdua adalah Nabiullah Ibrahim ‘alaihissalam dan Nabi Muhammad Shallaahu ‘alaihi wa sallam.

Ketinggian ubudiyah (penghambaan) dan kecintaan mereka kepada Allah telah mengantarkan mereka mencapai posisi tersebut.  Nabi Ibrahim ‘alaihissalam hampir saja binasa dalam kobaran api yang sangat besar serta panasnya yang sangat dahsyat.  Bukan satu atau dua jam, namun berpuluh-puluh hari.  Namun Ibrohim khulilullah diselamatkan oleh Allah ‘azza wa jalla, kekasihnya.  Ia telah membuktikan cinta kepada kekasihnya, Allah ‘azza wa jalla.

Rosulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan mengalami penderitaan yang lebih berat dari itu.  Kita ambil sepenggal kisah perjuangan beliau yang penuh dengan derita..

Saat  kota Mekkah telah menyesakkan jiwa Rasulullah dan kaum muslimin, dakwah Nabi ditentang dengan penentangan yang sangat keras.  Siapapun yang kedapatan masuk Islam akan disiksa.  Penyiksaan demi penyiksaan dialami oleh kaum muslimin kala itu.  Mekkah, tidak kondusif lagi untuk kelangsungan dakwah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.  beberapa puluh sahabat diperintahkan untuk berhijrah melintasi lautan nan luas.  Habasyah menjadi tujuannya, demi menyelamatkan keimanan.  Rasululah sendiri telah memilih kota Thaif sebagai lokasi berhijrah.  Besar harapan beliau bahwa penduduk Thaif akan lebih terbuka dan siap menerima dakwah islam yang beliau bawa.  Namun, jauh panggang dari api.  Perlakuan yang beliau terima saat berada di Thaif tidak kalah buruk dengan perlakuan musyrikin Mekkah.  Walhasil, beliau pun meninggalkan Thaif dengan kaki penuh luka akibat lemparan batu.

Semua itu dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam demi pembuktian cinta kepada kekasihnya, Allah ‘azza wa jalla.

Cinta, memang butuh pengorbanan, pembuktian dan bukan hanya sekedar hiasan bibir dan isapan jempol belaka.

Allah dan rasul-Nya adalah yang paling berhak untuk kita cintai.  Cinta kepada apapun harus dilandasi karena cinta kepada Allah ‘azza wa jalla.  Cinta yang bukan karena Allah adalah cinta yang tercela. Cinta muda-mudi yang diaplikasikan dengan cara yang diharamkan Allah (pacaran-pen) adalah cinta yang tercela.
Puncak kecintaan yang terlarang adalah kecintaan yang menyebabkan pelakunya menduakan Allah ‘azza wa jalla.

“Dan diantara manusia ada orang-orang yang mengangkat sembahan-sembahan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (Al-Baqarah: 165)

Jika kita mengaku beriman, tunjukkanlah cinta kita kepadaNya. Jadilah pecinta sejati!

(Abu Muhammad)

0 komentar:

Posting Komentar

Afwan, silahkan tinggalkan komentar antum terhadap blog ini.