Kamis, 17 Mei 2012
On 5/17/2012 02:38:00 AM by KBM FT UNM in (Abu Muhammad al Qolakawy) 5 comments
Sebanyak apa pun engkau memiliki harta, engkau tak akan mampu menyatukan dua hati yang berpecah. Bahkan jika engkau menginfakkan semua isi dunia untuk menyatukan dua hati itu, engkau pun tetap tak akan mampu. Allah telah berfirman dalam surah Al-Anfaal ayat 63:
“dan Dia (Allah) yang Mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah Mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Maha Perkasa, Maha Bijaksana”
Manusia telah Allah ciptakan dengan segala pernak-pernik sifat yang dibawanya. Di antaranya ada yang baik dan sebagiannya kurang baik. Di antaranya sifat yang kurang baik itu adalah sifat egois dan individualistis. Sifat ini-jika diperturutkan- akan menghambat proses kematangannya sebagai hamba Allah. Oleh karena itu, Allah-dengan kemahasempurnaan-Nya- ‘azza wa jalla telah mengutus nabinya shallallohu ‘alaihi wa sallam untuk menyatukan hati-hati manusia yang bercerai berai di atas ‘lem’ keimanan. Dalam salah satu hadits yang masyhur, beliau bersabda:
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia” [ HR. Al Bazaar ]
Seakan-akan beliau hanya diutus untuk permasalahan akhlak semata. Namun tentu tidak seperti itu. Hadits itu menunjukkan begitu penting dan agungnya masalah akhlak. Tentu, orang yang berakhlak mulia akan disukai oleh orang lain yang ada di sekelilingnya. Sebaliknya, si buruk akhlak akan dijauhi dan dicemoohi.
Akhlak yang baik dalam pergaulan akan menumbuhkan semangat berukhuwah yang tinggi. Ukhuwah yang kuat inilah sebenarnya yang menjadi momok yang menakutkan bagi musuh-musuh islam. Mengapa hari ini umat islam yang jumlahnya 1,5 milyar lebih begitu mudahnya diinjak-injak oleh bangsa Yahudi yang jumlahnya tidak mencapai 10 juta??? Ukhuwah. Itulah jawabnya. Ukhuwah yang sangat renggang antar sesama muslim hari ini sudah sampai pada taraf ‘siaga 1’ bahkan ‘Waspada’. Akibatnya, musuh-musuh islam dengan gampangnya mencaplok umat ini.
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَ…ّى
Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal kasih sayang bagaikan satu tubuh, apabila satu anggota badan merintih kesakitan maka sekujur badan akan merasakan panas dan demam.
(HR. Muslim)
Makan; Sarana Mempererat Ukhuwah
Banyak jalan untuk menjalin ukhuwah. Salah satunya ketika makan. Saat-saat makan bisa menjadi momen penting untuk membangun ukhuwah. Bagaimana caranya? Tentunya dengan menjalankan sunnah nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam. Di antara sunnah Nabi kita dalam makan yang bisa menjalin ukhuwah yaitu:
1. Makan Berjamaah
Bukanlah yang kita maksud makan berjamaah yaitu makan dengan aba-aba dari seorang komandan sebagaimana sholat berjamaah yang dipimpin oleh seorang imam. Makan berjamaah yang kita maksud adalah memakan hidangan dari satu wadah. Ini adalah cara jitu merekatkan ukhuwah yang meregang akibat banyaknya gesekan-gesekan yang terjadi. Teknisnya, makanan diletakkan dalam satu wadah, apakah itu piring atau nampan, kemudian wadah tersebut dikelilingi dan makanan di atasnya disantap bersama. Mak nyuss… Jijik, itulah tanggapan sebagian orang yang belum merasakan nikmatnya makan berjamaah. Mereka juga berargumen perbuatan tersebut jorok dan bisa menimbulkan sakit perut. Wallahi, sudah sejak lama kami melakukan makan berjamaah di tempat kami bersama para ikhwah namun tak pernah ada satu pun di antara kami yang sakit perut disebabkan makan berjamaah. Nah, berani coba??
Nabi bersabda..
فاجتمعوا على طعامكم واذكروا اسم الله عليه يبارك لكم فيه
Artinya : "Berkumpulkan ketika makan dan bacalah nama Allah maka Allah akan memberkati kalian dalam makanan itu." (HR Abu Daud dan Ahmad)
Jika saja ada istilah sepiring berdua, maka di masjid kami istilahnya adalah SENAMPAN BERLIMA. Ya, karena kami makan menggunakan nampan.
Mungkin, ada yang mengatakan kami jama’ah tabligh. TIDAK. Ini adalah sunnah yang hari ini sudah sangat banyak ditinggalkan kaum muslimin. Di tempat kami yang tidak seberapa mewah ini, kami mulai mencoba menghidupkan sunnah ini. karena kami adalah pejuang dakwah. Dengan pengamalan sunnah, dakwah kami akan dimudahkan oleh Allah, Insya Allah.
2. Makan Sambil Bercengkrama
Saat makan, kita disunahkan untuk memecah ‘kekhusyukan’ dengan bercengkrama ringan, sebaiknya perbincangannya dalam hal-hal yang bermanfaat atau saling menasihati. Hal ini telah dicontohkan oleh Nabi kita yang mulia, dimana saat makan pun beliau masih memberikan nasihat kepada seseorang yang makan dengan tangan kiri agar makan dengan tangan kanannya.
Sebagian orang mungkin beranggapan bahwa tidak boleh berbicara sambil makan karena khawatir ‘keselek’. Tidak. Makanya, ketika makan, jangan masukkan makanan sepenuh mulut. Cukup ala kadarnya, dikunyah dengan lembut dan tidak tergesa-gesa sambil berbincang-bincang ringan. Dengan berbincang ringan saat makan, ukhuwah akan semakin rekat. Masyaa Allah, alangkah indahnya agama yang mengajarkan hal ini.
3. Menjilatkan tangan saudara kita
Nabi shallallohu ‘alaihi wa sallam bersabda
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمُ الطَّعَامَ فَلاَ يَمْسَحْ يَدَهُ حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا وَ لَا يَرْفَعَ صَحْفَةً حَتَّى يَلْعَقَهَا أَوْ يُلْعِقَهَا، فَإِنَّ آخِرَ الطَّعَامِ فِيْهِ بَرَكَةٌ
"Apabila salah seorang kamu makan makanan, janganlah dia mengelap tangannya hingga menjilatinya atau meminta orang menjilatinya. Dan janganlah dia mengangkat piringnya hingga menjilatinya atau meminta orang untuk menjilatinya., karena pada makanan terakhir terdapat barakah." (HR. Bukhari no. 5465)
Luar biasa, jika kalian tidak mau menjilat maka suruh saudaramu menjilatkannya. Jijik. Itulah yang ada dalam benak sebagian orang ketika mendengar hal ini. Sekali lagi tidak. Justru ini menunjukkan penghargaan islam yang begitu tinggi terhadap rizki Allah berupa makanan. Jangan sebiji nasi yang melekat di piring, bahkan secuil makanan yang melekat di jari pun harus kita bersihkan(jilat,red) agar makanan tersebut tidak terbuang sia-sia lalu jatuh dan mengalir di selokan-selokan, bergabung dengan kotoran menjijikkan yang lain. Membuang-buang rizki Allah lalu membiarkannya jatuh ke selokan, bukankah itu bentuk kufur nikmat??? Di sisi lain, boleh jadi makanan yang melekat di jari kita disitulah berkah makanan itu menempel.
Jika engkau tidak mampu menjilatnya, maka suruhlah saudaramu menjilatnya. Dua jempol buat ikhwan yang bisa melakukan hal ini. Tapi sejauh pengamatan dan pengalaman saya, belum ada ikhwah yang pernah menjilatkan atau dijilatkan. Yah, tidak mengapa. Nanti praktikkan saja sunnah ini dengan istrimu (jika sudah menikah kelak), heheh.. Jika dilakukan bersama ikhwah tentunya ukhuwahnya akan semakin terjalin. Jika dilakukan bersama pasangan, tentu akan manambah keharmonisan, heheh…
Rasanya inilah sejumput tulisan yang dapat kami sampaikan pada kesempatan ini. mudah-mudahan kita bisa mengambil faidahnya. Jika ada kekeliruan, kami mohon kritikannya. Assalamu’alaikum.
Makassar, 17 Mei 2012
Di salah satu sisi Masjid Mush’ab bin Umair FT UNM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
Kalender
Cari Penginapan?
Popular Posts
-
Belakangan ini demonstrasi sudah bisa dikatakan sangat lumrah di negara kita. Banyak orang mengatakan bahwa “demonstrasi” a...
-
Sungguh Allah telah membukakan hati-hati hambaNya dengan hidayah keimanan. Dengan keimanan itulah Allah melunakkan hati-hati hambaNya unt...
-
Assalamu’alaikum …Segala puji kita panjatkan hanya kepada Allah Subhana wa ta’ala, shalawat dan salam semoga tetap kita curahkan kepada bag...
1. DAKWAH TERHADAP DIRI SENDIRI DAN KELUARGA
BalasHapusAllah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS At-Tahrim 6)
Dalam ayat ini firman Allah ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, yaitu memerintahkan supaya mereka, menjaga dirinya dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu, dengan taat dan patuh melaksanakan perintah Allah, dan mengajarkan kepada keluarganya supaya taat dan patuh kepada perintah Allah untuk menyelamatkan mereka dari api neraka.
Di antara cara menyelamatkan diri dari api neraka itu ialah mendirikan salat dan bersabar, sebagaimana firman Allah SWT : “Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan salat dan bersabarlah kamu mengerjakannya” (QS. Taha 132).
Dan dijelaskan pula dengan firman-Nya : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. (QS Asy Syu’ara’ 214).
Diriwayatkan bahwa ketika ayat ke 6 ini turun, Umar berkata: “Wahai Rasulullah, kami sudah menjaga diri kami, dan bagaimana menjaga keluarga kami?” Rasulullah SAW. menjawab: “Larang mereka mengerjakan apa yang kamu dilarang mengerjakannya dan perintahkanlah mereka melakukan apa yang Allah memerintahkan kepadamu melakukannya. Begitulah caranya meluputkan mereka dari api neraka. Neraka itu dijaga oleh malaikat yang kasar dan keras yang pemimpinnya berjumlah sembilan belas malaikat, mereka dikuasakan mengadakan penyiksaan di dalam neraka, tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan mereka selalu mengerjakan apa yang diperintahkan Allah.
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu menjelaskan, “Penjaganya adalah para malaikat Zabaniyah yang hati mereka keras, kaku, tidak mengasihi jika dimohon kepada mereka agar menaruh iba
Ada yang mengatakan, para malaikat itu kasar ucapannya dan keras perbuatannya. Ada yang berpendapat, malaikat tersebut sangat kasar dalam menyiksa penduduk neraka, keras terhadap mereka. Bila dalam bahasa Arab dinyatakan: “Fulanun Syadiidun ‘alaa fulaanin” maksudnya Fulan menguasainya dengan kuat, menyiksanya dengan berbagai macam siksaan.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jarak antara dua pundak salah seorang dari malaikat tersebut adalah sejauh perjalanan setahun. Kekuatan salah seorang dari mereka adalah bila ia memukul dengan alat pukul niscaya dengan sekali pukulan tersebut tersungkur 70.000 manusia ke dalam jurang Jahannam.” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, 18/218)
Sebagaimana ayat ini mengharuskan seseorang menjaga keluarga dan anak-anak dari api neraka dengan cara memberikan pendidikan dan pengajaran kepada mereka, serta memberitahu mereka tentang perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Seorang hamba tidak dapat selamat kecuali bila ia menegakkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala perintahkan terhadap dirinya dan orang-orang yang di bawah penguasaannya, baik istri-istrinya, anak-anaknya, dan selain mereka dari orang-orang yang berada di bawah kekuasaan dan pengaturannya.
2. DAKWAH TERHADAP KAUM KERABAT DAN TETANGGA DEKAT
BalasHapusAllah SWT berfirman : “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. (QS Asy Syu’ara’ 214).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi bukit Shafa dan menaikinya, lalu menyeru manusia untuk berkumpul. Maka orang-orang pun berkumpul di sekitar beliau. Sampai-sampai yang tidak dapat hadir mengirim utusannya untuk mendengarkan apa gerangan yang akan disampaikan oleh Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian memanggil kerabat-kerabatnya, “Wahai Bani Abdil Muththallib! Wahai Bani Fihr! Wahai Bani Lu’ai! Apa pendapat kalian andai aku beritakan kepada kalian bahwa ada pasukan berkuda dari balik bukit ini akan menyerang kalian. Adakah kalian akan membenarkan aku?” Mereka serempak menjawab, “Iya.” Beliau melanjutkan, “Sungguh aku memperingatkan kalian sebelum datangnya azab yang pedih.” (HR Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma)
Aisyah radhiyallahu ‘anha memberitakan bahwa ketika turun ayat di atas, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bangkit seraya berkata, “Wahai Fathimah putri Muhammad! Wahai Shafiyyah putrid Abdul Muththalib! Wahai Bani Abdil Muththalib! Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menolong kalian kelak. (Adapun di kehidupan dunia ini) maka mintalah harta dariku semau kalian.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu Abbas r.huma menceritakan, “Ketika Allah SWT. Menurun ayat : Berilah peringatan kepada kaum keluargamu yang dekat.” (QS Asy Syu’ara’ 214).
Maka Nabi SAW naik ke bukit Shafa dan berseru, “Hai manusia, Maka orang-orang pun berkumpul (menyambut seruan) beliau, ada yang datang sendiri dan ada yang mengutus wakil-wakilnya. Lalu Rasulullah SAW menyeru, “Wahai Bani Abdil Muthalib, wahai Bani Fihir, wahai Bani anu, Bani anu..! Bagaimana menurut kalian seandainya aku beritahukan pada kalian bahwa di balik bukit ini ada pasukan musuh berkuda yang siap menyerang kalian, apakah kalian mempercayai ucapku?” Mereka menjawab, “Ya, (kami percaya).” Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan bagi kalian akan azab yang pedih.” Mendengar hal itu, Abu Lahab langsung berkata, “Celakalah kamu sepanjang hari ini, apakah kamu mengundang kami semua hanya untuk ini?” (Sebagai jawaban atas celaan Abu Lahab ini), maka Allah ‘Azza wajalla menurunkan ayat :
“Celaka kedua tangan Abu Lahab, dan celakalah ia.” (QS. Al Lahab ayat 1) (Hr. Ahmad V/17)
3. DAKWAH TERHADAP KAMPUNG ATAU DAERAH SEKITARNYA
BalasHapusAllah SWT berfirman : “dan ini (Al Quran) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi; membenarkan Kitab-Kitab yang (diturunkan) sebelumnya dan agar kamu memberi peringatan kepada (penduduk) Ummul Qura (Mekah) dan orang-orang yang di luar lingkungannya. orang-orang yang beriman kepada adanya kehidupan akhirat tentu beriman kepadanya (Al Quran) dan mereka selalu memelihara sembahyangnya”. (QS Al-An’am 92).
Sesudah itu Allah SWT. menjelaskan bahwa Alquran itu adalah kitab yang bernilai tinggi, diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. penutup para Rasul. Kitab itu turun dari Allah seperti halnya Taurat yang diturunkan kepada Musa a.s. Hanya saja Alquran itu mempunyai nilai-nilai yang lebih sempurna karena Alquran itu berlaku abadi untuk sepanjang masa. Alquran itu di samping sebagai petunjuk juga sebagai pembenar kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dalam urusan tauhid, melenyapkan kemusyrikan dan mengandung ajaran-ajaran pokok hukum syarak yang abadi yang tidak berubah ubah sepanjang masa.
Juga sebagai pegangan bagi Rasulullah saw. untuk memperingatkan umatnya, baik yang berada di Mekah atau di sekitar kota Mekah, ialah orang-orang yang berada di seluruh penjuru bumi ini. Dimaksud dengan orang-orang yang berada di sekitar kota Mekah, ialah orang-orang yang berada di seluruh penjuru bumi, sesuai dengan pemahaman bahasa dan pengertian ini ditegaskan sendiri oleh Allah SWT : “Alquran ini diwahyukan kepadaku supaya dengan dia aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang sampai Alquran (kepadanya). (Q.S Al An’am 19)
Juga firman Allah SWT : Katakanlah, “Hai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua. (Q.S Al A’raf 158)
Dan sabda Nabi SAW : Semua nabi itu diutus hanya kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus untuk seluruh manusia. (HR Bukhari dan Muslim dari Jabir bin Abdullah (Sahih Bukhari jilid 1, 70)
Dalam pada itu Allah SWT. menjelaskan bahwa orang-orang yang percaya akan terjadinya hari kiamat dan kehidupan di akhirat, sudah pasti mereka percaya kepada Alquran, karena orang-orang yang percaya kepada kehidupan akhirat itu percaya pula akan akibat yang diterima pada hari itu. Itulah sebabnya maka mereka selalu mencari petunjuk-petunjuk yang dapat menyelamatkan diri mereka di akhirat kelak. Petunjuk-petunjuk itu terdapat dalam Alquran, maka mereka tentu akan mempercayai Alquran itu, percaya pada Rasulullah saw. yang menerima kitab itu dan taat kepada perintah-Nya, melaksanakan salat pada waktunya secara terus menerus.
Disebutkan salat dalam ayat ini, karena salat itu adalah tiang agama dan pokok dari semua ibadah. Orang yang melaksanakan salat dengan sebaik-baiknya adalah pertanda bahwa orang itu suka melaksanakan ibadah lainnya serta dapat mengendalikan hawa nafsunya untuk tidak melakukan larangan larangan Allah.
Dalam ayat ini terdapat sindiran yang tegas yaitu adanya keingkaran penduduk Mekah dan manusia-manusia yang mempunyai sikap seperti mereka kepada Alquran dan menjelaskan bahwa mereka tidak mau menerima agama Islam dan kerasulan Muhammad saw. adalah karena mereka tidak percaya kepada kehidupan akhirat. Mereka merasa bahwa kehidupan hanya terjadi di dunia saja.
4. DAKWAH ATAU TANGGUNG JAWAB MANUSIA SELURUH ALAM.
BalasHapusAllah SWT berfirman : “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk seluruh manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS Ali Imran 110)
Ayat ini mengandung suatu dorongan kepada kaum mukminin supaya tetap memelihara sifat-sifat utama itu dan supaya mereka tetap mempunyai semangat yang tinggi.
Umat yang paling baik di dunia adalah umat yang mempunyai dua macam sifat, yaitu mengajak kebaikan serta mencegah kemungkaran, dan senantiasa beriman kepada Allah. Semua sifat itu telah dimiliki oleh kaum muslimin di masa nabi dan telah menjadi darah daging dalam diri mereka karena itu mereka menjadi kuat dan jaya. Dalam waktu yang singkat mereka telah dapat menjadikan seluruh tanah Arab tunduk dan patuh di bawah naungan Islam, hidup aman dan tenteram di bawah panji-panji keadilan, padahal mereka sebelumnya adalah umat yang berpecah belah selalu berada dalam suasana kacau dan saling berperang antara sesama mereka. Ini adalah berkat keteguhan iman. dan kepatuhan mereka menjalankan ajaran agama dan berkat ketabahan dan keuletan mereka menegakkan amar makruf dan mencegah kemungkaran. Iman yang mendalam di hati mereka selalu mendorong untuk berjihad dan berjuang untuk menegakkan kebenaran dan keadilan sebagaimana tersebut dalam firman Allah : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul Nya. kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS. Al Hujurat 15)
Jadi ada dua syarat untuk menjadi sebaik-baik umat di dunia, sebagaimana diterangkan dalam ayat ini, pertama iman yang kuat dan; kedua menegakkan amar makruf dan mencegah kemungkaran. Maka setiap umat yang memiliki kedua sifat ini pasti umat itu jaya dan mulia dan apabila kedua hal itu diabaikan dan tidak diperdulikan lagi, maka tidak dapat disesalkan bila umat itu jatuh ke lembah kemelaratan.
Selanjutnya Allah menerangkan bahwa Ahli Kitab itu jika beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka. Tetapi sedikit sekali di antara mereka yang beriman seperti Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik tidak mau beriman. mereka percaya kepada sebagian kitab dan kafir kepada sebagiannya yang lain, atau mereka percaya kepada sebagian Rasul seperti Musa dan Isa dan kafir kepada Nabi Muhammad SAW.
Ibnu katsir mengatakan ayat ini mengandung makna umum mencakup semua ummat ini dalam setiap generasinya dan sebaik-baik generasi mereka ialah orang-orang yang Rasulullah SAW diutus dikalangan mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka, kemudian orang-orang sesudah mereka.
Makna ayat ini sama dengan makna ayat lain :
Allah SWT berfirman : “dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan” (QS. Al Baqarah 143)
Bagaimana caranya mengamalkan ayat-ayat tersebut ?
BalasHapus1. Untuk diri sendiri dan keluarga salah satu usahanya yaitu kita buat ta’lim dirumah
2. Untuk kaum kerabat dan tetangga dekat silahturahmi, Jaulah untuk saling mengingatkan
3. Untuk kampung sekitar atau kota sekitar maka waktunya kami sediakan minimal 3 hari setiap bulan
4. Kemudian yang terakhir untuk seluruh manusia ini tentunya sangat berat karena jumlah manusia lebih dari 6 milliar, maka dengan kelemahan kami alim ulama telah ajak keluar dalam waktu yang agak lama yaitu 40 hari dan atau 4 bulan baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Memang seumur hidup belum tentu bisa mendatangi semua orang, tetapi Insya Allah dengan niat untuk mendatangi seluruh manusia kemudian mengajak orang yang lain buat usaha yang sama maka Allah akan terima niat kita, sebagaimana Rasulullah SAW diutus untuk seluruh umat sampai hari terakhir yang Allah kehendaki namun umur beliau hanya 63 tahun, tapi Allah terima usaha yang dilakukan Rasulullah SAW sehingga usaha ini masih akan berlanjut sampai hari terakhir yang Allah kehendaki. Jadi usaha da’wah rasulullah yang dilakukan ini bukan hanya 3 hari, 40 hari atau 4 bulan saja, tapi setiap hari dan seumur hidup kita untuk dakwah dan dakwah menjadi maksud hidup.