Pekerjaan Kita: Ditarbiyah dan Mentarbiyah!

Tiba-tiba, sesosok laki-laki berkalung membuka sekret Pengurus Masjid dengan tanpa salam dan mengatakan –kira-kira–, “Bisa pinjam pel?”  Kami yang saat itu sedang berbincang-bincang –sebagian ikhwah sedang tidur– mengira bahwa ia seorang pegawai cleaning service Fakultas.  Tujuannya mencari mencari pel adalah untuk digunakan membersihkan lantai kelas.  Spontan kami menjawab “tidak bisa”.  Kami menjawab dengan cara yang sopan sesopan-sopannya.

Setelah kami meyakinkannya bahwa inventaris masjid apalagi peralatan kebersihan tidak bisa dipinjamkan untuk selain urusan masjid apalagi untuk membersihkan lantai kelas yang kemungkinan banyak najis yang menempel disitu, ia pun pergi begitu saja.  Setelah ia menghilang dari pandangan, saya pun bergumam dalam hati, “Sungguh tidak sopan!  Dimana-mana, orang yang mau meminjam sesuatu itu harus pandai-pandai menarik simpati orang yang akan ia pinjam barangnya.  Namun ini??!!”

Baik, yang akan kita soroti bukan “ketidaksopanannya” namun apa yang membuat ia bisa seperti itu; kurang beretika, memakai kalung layaknya seorang perempuan dan seenaknya saja masuk tanpa permisi dan mengucapkan salam???

Lagi,lagi, kita akan jatuh pada satu kesimpulan: jauhnya ia dari nilai-nilai Islam!  Mengapa?  Banyak kemungkinan.  Mungkin saja ia memang kurang mendapatkan didikan agama dari orang tuanya ataukah ia bergaul di lingkungan orang-orang yang buruk.  Bukankah kata Nabi kita shallallohu ‘alaihi wa sallam “al Mar-u ‘alaa diini kholiilihi” –seseorang itu bergantung kepada teman dekatnya.

Lalu, siapa yang patut disalahkan atas kondisi –yang kami yakin bahwa hal ini juga terjadi di setiap tempat dan zaman, bahkan mungkin jauh lebih parah kondisinya –orang tuanyakah? Temannyakah?  Saudaranyakah? Atau siapa? Mungkin juga Anda wahai pembaca yang budiman! (bersambung pada edisi ke-2)